Dedi Kusnandar, Simbol Kesetiaan dan Perjalanan Berliku Sang Jenderal Lini Tengah Persib
VIVA Jabar – Dalam kancah sepak bola Indonesia, tidak banyak pemain yang mampu menjaga eksistensinya di level tertinggi selama bertahun-tahun. Namun, Dedi Kusnandar, atau akrab disapa Dado, adalah sebuah anomali yang membanggakan.
Ia bukan sekadar gelandang bertahan biasa; Dado adalah arsitek keseimbangan permainan Persib Bandung, sosok tak tergantikan yang menjadi kunci sukses tim meraih dua gelar juara beruntun.
Angka 11 di punggungnya lebih dari sekadar nomor; itu adalah simbol konsistensi dan dedikasi yang tak tergoyahkan. Perannya yang vital dalam transisi dari bertahan ke menyerang menjadikan Dado pilar utama di lini tengah Maung Bandung.
Namun, di balik gemilangnya pencapaian ini, perjalanan karier Dado sejatinya jauh dari kata mulus. Dalam episode "Behind the Story" di Persib TV, Dado membuka lembaran hidupnya yang penuh dengan dilema, konflik keluarga, dan keputusan-keputusan krusial yang membentuknya menjadi tulang punggung tim kebanggaan Bobotoh saat ini.
Sejak belia, Dado sudah merasakan manisnya gelar bersama Persib, menjadi bagian dari skuad muda yang menjuarai Piala Haornas 2005 dan Piala Soeratin 2006. Namun, mimpi besarnya sempat harus berbelok arah.
Pada tahun 2008, sebuah keputusan berani diambilnya: meninggalkan Diklat Persib demi kesempatan di Pelita Jaya U-21. Pilihan ini sempat memicu ketegangan dengan sang ayah, yang mendambakan putranya membela Persib U-21.
Namun, langkah ini berbuah manis. Dado sukses menjuarai Liga Super Indonesia U-21 2008/2009 dan segera dipromosikan ke tim senior Pelita Jaya, bermain bersama nama-nama besar seperti Firman Utina dan Supardi Nasir.